NGANJUK JAWA TIMUR, (GM) — Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ubaidah, Habib Ubaidillah Al Hasany menerima kunjungan para direktur Universitas Terbuka (UT) pada Selasa (31/1) di Ponpes Al Ubaidah, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Kunjungan tersebut merupakan kelanjutan dari nota kesepahaman UT Surabaya dengan DPW LDII Jawa Timur dan Ponpes Al Ubaidah. Selasa (31/1/2023).

“Perkembangan zaman yang pesat dengan digitalisasi teknologi menghadirkan tantangan yang berat bagi para juru dakwah atau muballigh-muballighoh. Dengan demikian mereka harus bisa menjawab kebutuhan pasar bukan berarti menjual agamanya, tapi supaya tidak tertinggal dengan perkembangan. Sehingga ilmunya bermanfaat sesuai kebutuhan umat,” Jelas Habib Ubaidillah.

Habib Ubaid dalam kesempatan itu menyatakan, dirinya secara pribadi maupun institusi menyambut dengan baik kerja sama pendidikan tersebut. Ia mengatakan upaya Ponpes Al Ubaidah memiliki perguruan tinggi sudah dirintis beberapa tahun lalu, bekerja sama dengan salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Timur.

“Dengan UT jadi lebih fleksibel dan mampu menjawab pertanyaan para santri kami, bila mereka bertugas sebagai muballigh-muballighoh yang jauh dari kota, bahkan ke mancanegara. Ternyata masih bisa terus melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, baik jenjang sarjana, megister, maupun doktoral,” ungkapnya.

Ponpes Al Ubaidah juga memungkinkan menjadi Sentral Pelayanan UT, karena memiliki fasilitas gedung dan kantor yang memadai, untuk melaksanakan proses belajar mengajar secara langsung. Fleksibilitas UT yang memungkinkan belajar jarak jauh atau tatap muka, menurut Habib Ubaidillah memungkinkan mewujudkan slogan LDII: “Sarjana yang Muballigh dan Muballigh yang Sarjana”.

Pihak UT mendukung penuh harapan Ponpes Al Ubaidah tersebut. Menurut Direktur UT Surabaya, Suparti, UT menerapkan sistem belajar mandiri, terbuka, dan jarak jauh. Para muballigh-muballighoh bisa mengikuti proses belajar dari mana saja, “Karena diterapkan sistem belajar terbuka, maka siapapun boleh mengikuti pendidikan tanpa batasan usia. Tanpa batasan tempat tinggal, tanpa batasan ijazah. Maka muballigh-muballighoh tahun berapapun lulusannya bisa kuliah,” imbuhnya.

Bahkan bila terlalu sibuk, jam belajarnya bisa diatur. Karena belajar dengan sistem mandiri di UT menerapkan seperti main Facebook atau Instagram. Jadi dalam seminggu ada satu materi yang diunggah pada Senin, dipersilakan membaca materi itu selama sepekan ke depan. Kemudian diberi kelonggaran waktu seminggu kemudian.

“Begitu masuk minggu kedua, materi kedua diunggah. Tapi materi pertama tetap dibuka. Jadi seminggu atau dua minggu tidak belajar atau mengerjakan tugas, masih bisa mempelajari pada minggu berikutnya,” papar Suparti.

Menurut Suparti kerja sama dengan DPW LDII Jawa Timur tersebut, akan terus dikembangkan di kabupaten-kabupaten. Sementara itu, Direktur UT Malang Lilik Sulistyowati, mengatakan arah kerja sama UT dengan Ponpes Al Ubaidah adalah peningkatan kualitas SDM, “Lulus santrinya, lulus sarjananya,” ungkapnya.

Dengan menjadi sarjana, para muballigh-muballighoh bertambah kompetensinya. Lilik mengatakan Ponpes Al Ubaidah bekerja sama dengan UT, bisa menggunakan gedungnya untuk membuka perkuliahan, “Kuliahnya bisa di Ponpes Al Ubaidah, mendaftar dan ujiannya juga di Ponpes Al Ubaidah. Di Nganjuk baru ada tiga kelompok belajar, jadi sangat memungkinkan membuka kelompok belajar di ponpes ini,” tutur Lilik.

Setiap pokja minimal berisi 50 mahasiswa, dengan adanya pokja tersebut para mahasiswa bisa saling bantu dalam mengatasi berbagai kesulitan perkuliahan. Menutup pembicaraan, Habib Ubadillah menegaskan pondok pesantren LDII merupakan tulang punggung dalam membangun generasi muda yang profesional religius.

“Dengan ilmu dan kepahaman agama yang kuat, disertai dengan pendidikan formal yang tinggi, generasi muda LDII siap menyambut Indonesia Emas 2045,” pungkas Habib Ubaidillah. (Red/Asyhari)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *