KULONPROGO YOGYAKARTA, (GM) — Empat pedagang yang dulu bertempat di depan Stasiun Wates menggugat Bupati Kulonprogo atas tindakan penggusuran yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol-PP), Sengketa atas kepemilikan patok batas tanah di area depan Stasiun Wates, Kabupaten Kulon Progo masih berlanjut. 

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta melakukan sidang setempat dengan agenda pengecekan langsung di lokasi yang menjadi sengketa, Senin (06/03/2023).

Pengecekan ini buntut dari tindakan penggusuran yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP) Kulon Progo pada 12 Agustus 2022.Yang saat itu lima kios pedagang berdiri di sebelah SDN 4 Wates atau seberang Stasiun Wates dibongkar secara tiba-tiba oleh petugas Satpol PP.

Juru Bicara PTUN Yogyakarta, Prasetyo Wibowo mengatakan pengecekan yang dilakukan oleh Ketua PTUN sebagai ketua sidang, Wakil Ketua PTUN sebagai hakim anggota I dan dirinya sebagai hakim anggota II gunanya untuk mencari kebenaran sesuai yang dimohonkan oleh penggugat dalam hal ini pedagang. 

“Kita turun langsung ke lapangan untuk melihat lokasi dari objek yang menjadi sengketa terkait pembongkaran yang dilakukan oleh Satpol PP Kulon Progo. Memang ada 5 kios yang dibongkar dan kita sudah lihat memang ada bekas pembongkaran,” jelasnya.

Dia melanjutkan, setelah pengecekan patok batas tanah akan dilanjutkan sidang dengan agenda pembuktian terakhir di PTUN Yogyakarta pada 9 Maret 2023.

Di lokasi yang sama, Staf Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Era Hareva menyampaikan, awalnya PT KAI yang mengklaim bahwa tanah yang diatasnya berdiri deretan kios milik pedagang adalah tanah milik PT KAI.Sehingga PT KAI keberatan jika tanah itu digunakan untuk aktivitas berjualan. 

Dengan alasan tersebut, PT KAI mengirimkan surat peringatan pertama hingga ketiga kepada para pedagang.Pada surat peringatan ketiga, PT KAI memberi waktu hingga 11 Agustus 2022 bagi pedagang agar menertibkan kiosnya sendiri.

“Apabila ditanggal tersebut tidak dilakukan penertiban mandiri maka pada 12 Agustus 2022 akan dilakukan penggusuran oleh tim aset dari PT KAI,”jelas Era

Lebih lanjut Ia menuturkan Pembongkaran itu dilakukan tanpa prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.Akibatnya, para pedagang kehilangan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Pembongkaran lapak pedagang ini dilakukan tanpa adanya prosedur yang jelas, akibatnya pedagang kehilangan mata pencahariannya,”tuturnya.

Oleh karenanya, empat pedagang menggugat Bupati Kulon Progo yang saat itu masih dijabat oleh Sutedjo.

Gugatan diajukan karena tindakan Satpol PP saat penggusuran tidak didahului dengan surat peringatan pertama hingga ketiga sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang standar operasional prosedur Satpol PP.

Dalam aturan tersebut, Satpol PP Kulon Progo harus dilengkapi dengan surat perintah tugas.
Namun saat penggusuran dilakukan tanpa adanya surat peringatan. Satpol PP berdalih bahwa sudah ada surat peringatan dari PT KAI.

Hal itu tidak dapat dibenarkan karena tidak ada hubungan antara PT KAI dengan Satpol PP Kulon Progo.

Sebab, fakta yang terungkap di persidangan, tanah yang di atasnya berdiri deretan kios pedagang yang dibongkar ternyata milik Kadipaten Pakualaman dengan bukti Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 05896. 

“Yang digugat bupati karena Satpol PP yang melakukan pembongkaran mendapatkan mandat dari bupati. Sehingga yang digugat pemberi mandatnya, PT KAI tidak. Kita juga sudah menjelaskan di meja persidangan terkait alasan itu yang lebih diakui sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) daripada PT KAI,”tegas Era kepada awak media dilokasi.

Dari pengecekan ini, lanjut Era, akan membuktikan batas tanah millik PT KAI dan Kadipaten Pakualaman.
Sehingga akan terbukti bahwa PT. KAI hanya mengklaim dan Satpol PP Kulon Progo telah bertindak tanpa berpegang pada peraturan perundang-undangan. (Red/Ant)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *