GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA, (GM) — Selain Destinasi wisata yang indah, Gunungkidul juga memiliki keaneragaman tradisi serta kebudayaan yang unik dan khas hal itu terdapat di setiap wilayah dan salah satu diantaranya adalah tradisi Bubuh – bubuh Tanjung Kesirat.

Acara Bubuh – bubuh dilakukan di Tanjung Kasirat yang terletak di Padukuhan Karang , Kalurahan Girikarto, Kapanewon Panggang Kabupaten Gunungkidul.

Kegiatan ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali, oleh masyarakat Girikarto pada disaat musim tandur, dengan mengadakan tradisi budata sedekah di Tanjung Kesirat.

Disampaikan oleh juru kunci (sesepuh) Mbah Kismo (75) menjelaskan,Bubuh-bubuh pantai Kasirat merupakan tradisi yang sudah turun temurun berusia ratusan tahun yang mempunyai makna filosofi hidup dan sejarah tepat pada hari ini Selasa Pahing, tanggal 07 Maret 2023 , menurut penanggalan Jawa di Pantai Kesirat Padukuhan Karang Desa Girikarto dilaksanakan Tradisi Bubuh bubuh Tanjung Kesirat.

Agenda ini memiliki sejarah yang waktu lampau nenek moyang Dusun Karang mengalami kekeringan panjang, mereka meyakini mendapatkan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang disampaikan oleh para Leluhur untuk diarahkan melakukan sedekah Bubuh.

Ritual sedekah sebagai ungkapan Puji Syukur atas Rahmat, Nikmat dan Berkah atas hasil panen, dan memohon agar panen berikutnya diberikan hasil yg baik serta warga Masyarakat senantiasa diberikan kesehatan, keselamatan, ketentraman dan kekuatan dalam menjalankan kehidupan. Keunikan dari tradisi ini ( Sedekah laut/bumi ) adalah dilakukannya prosesi ritual pukul 11:00 WIB.
Prosesi tradisi ini diawali sesaji di Tunggak Klopo, dilanjutkan ke Goa Pertapan Kesirat dan berakhir di puncak Tanjung Kesirat.

“Bubuh bubuh pantai Kasirat mengandung makna bentuk rasa puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNYA, sehingga kami secara turun temurun melakukan ritual sedekah,” jelas juru kunci Mbah Kismo.

Acara tersebut dihadiri oleh Raden Mas Kukuh Hertriasning (Ndoro Aning merupakan kerabat keraton Ngayogyakarta Hadiningrat cucu dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII beserta instrinya Ndoro Sari ).Sumardiyono Lurah Girikarto ,Sukardiyo Dukuh Dawung ,Winarti Dukuh Dompleng ,tokoh masyarakat kelurahan Girikarto.

Disampaikan oleh Raden Mas Kukuh Hertriasning (Ndoro Aning ),Bubuh-bubuh di pantai Kasirat merupakan tradisi yang sangat istimewa,karena hal ini merupakan satu satunya tradisi yang ada di Gunungkidul dimana sedekah dilakukan ditepi tebing, dan dijatuhkan ke laut lepas.

Tradisi ini merupakan suatu kultur dari hasil olah batin para leluhur yang mewarnai dan memberikan keragaman di dalam masyarakat yang harus dijaga dan dilestarikan.Perlu suatu perhatian dari pemerintah agar suatu kebudayaan tersebut tetap dapat bertahan di tengah era modernisasi dan globalisasi ini.
Apalagi ini menyangkut Keindahan Pantai Kasirat yang kental dengan spiritualnya, sehingga ada 2 sisi yang bermanfaat, sebagai wisata religi sekaligus wisata alam pantai/samudra. Dan tradisi hal ini disamping menjadi icon Kabupaten Gunungkidul juga merupakan upaya penguatan Keistimewaan DIY.

Dijelaskan oleh Raden Mas Kukuh Hertriasning (Ndoro Aning) bahwa Nama Kesirat mengandung arti Kesirat ( shirath/sirot : menuju jalan yang lurus ), yaitu jalan lurus lahir batin manusia kepada Sang Pencipta Alam Semesta, atau mengadung arti Tunggak Klopo ( sebuah awal kelahiran/kehidupan ) – Goa Pertapan ( proses kehidupan bisa diartikan tempat meditasi berdo’a kepada Tuhan ) dan terakhir Puncak Kesirat (puncak dari jalan kehidupan menuju jalan yang lurus disertai keikhlasan dan kepasrahan kepada Sang Pencipta).

(Red/Ant)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *